Ticker Posts

6/recent/ticker-posts Diskusi Guru PPPK
-95 hari -10 jam -27 menit -51 detik
2024
Selamat Datang di Blog Update Berita Guru & Tenaga Kependidikan (GTK) - Lakukan Budaya 5M : 1) Memakai masker, 2) Mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, 3) Menjaga Jarak, 4) Mengurangi Mobilitas Keluar Rumah, 5) Menghindari Kerumunan

Cara Sederhana Guru Mengawali Pembelajaran Lebih Bermakna

 



Guru sebagai profesi mensyaratkan kompetensi yang harus dikuasai, baik kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Dalam kompetensi pedagogik, guru harus mampu mengaitkan pembelajaran dengan dunia nyata. Tujuannya agar pembelajaran dapat lebih bermakna bagi siswa.

Dikutip dari laman pgsd.binus.ac.id, pembelajaran lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan materi pembelajaran.

Mengawali pembelajaran agar lebih bermakna dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu memanfaatkan benda-benda yang ada di lingkungan sebagai media pembelajaran .

Pelajaran Agama Islam (misalnya) dalam menyampaikan materi "Sholat Sebagai Tiang Agama" di jenjang SMP, akan lebih bermakna jika diawali dengan mengaktifkan lebih banyak indera siswa. Lakukan dengan memanfaatkan benda sekitar sebagai media untuk mengaitkan materi pembelajaran dengan pengetahuan yang ada pada siswa.

Semisal di ruang kelas ada air minum dalam kemasan botol, guru dapat memanfaatkannya untuk mengaitkan pengetahuan yang sudah ada di siswa dengan materi yang akan dipelajari.

Caranya, ambil dan genggamlah botol (dalam posisi tegak) dengan 5 jari, angkat tinggi di meja guru depan kelas/siswa. Sampaikan ke siswa bahwa botol yang digenggam ibarat agama yang kokoh berdiri.

Berikutnya, pancinglah siswa dengan pertanyaan "Ada berapa rukun Islam dan apa saja?". Tentu siswa ada yang menjawab 5 (pengetahuan rukun Islam tentunya sudah disampaikan di jenjang sekolah dasar), urut dari membaca dua kalimat syahadat, melaksanakan sholat, berpuasa, membayar zakat, dan berhaji.

Lanjut, guru menjelaskan jari-jari yang menggenggam botol dengan jempol ibarat bersyahadat, jari telunjuk melaksanakan sholat, jari tengah berpuasa, jari manis membayar zakat, dan jari kelingking berhaji.

Guru melepas jari kelingking (yang diibaratkan berhaji). Lalu bertanya ke siswa dan menegaskan jika berhaji tidak dilakukan karena sesuatu hal, apakah botol (seibarat agama Islam) akan tegak kokoh berdiri?. Tentu siswa mencurahkan semua indera dan menjawab "tetap berdiri kokoh".  

Berikutnya guru melepas jari manis di genggaman botol. Lalu bertanya, jika membayar zakat tidak dilakukan, apakah agama Islam masih berdiri?. Siswa akan kembali berpikir dan menjawab "tetap berdiri". Nah, guru perlu memberikan penguatan pemahaman bahwa agama Islam akan tetap berdiri tetapi kokohnya berkurang.

Guru lanjut melepas jari tengah di genggaman botol. Lalu bertanya, jika berpuasa tidak dilakukan, apakah agama Islam masih tetap berdiri?. Kembali siswa akan berpikir dan menjawab "tetap berdiri". Guru kembali memberikan penguatan pemahaman bahwa agama Islam akan tetap berdiri tetapi kokohnya mulai rapuh.

Saatnya jari telunjuk yang diibaratkan melaksanakan sholat dilepas oleh guru, diawali dengan pertanyaan "Jika sholat tidak kita lakukan, apakah agama Islam akan tetap berdiri?". Tentu siswa akan berpikir sejenak dan akan tahu jawabannya, kembali memusatkan indera dan menjawab serempak "Tidak!". Di saat anak menjawab "tidak", guru melepas jari telunjuk dari genggaman botol.

Tentu botol berisi air minum akan jatuh ke meja dengan keras. Seiring jatuhnya botol ke meja, seketika itu pula inti pusat perhatian indera anak menyimpulkan, jika sholat tidak dilakukan, runtuhlah agama (seibarat botol air minum yang jatuh menghunjam meja).

Cara sederhama oleh guru untuk mengawali pembelajaran lebih bermakna dapat dilakukan di mata pelajaran yang lainnya. Sangat mudah dan tidak membutuhkan biaya mahal. Manfaatkan benda yang ada di lingkungan pembelajaran.

Contoh lain, materi sejarah tentang "Organisasi Pergerakan Nasional di Indonesia" dengan meminta anak mengumpulkan penggaris masing-masing di meja guru.

Guru dapat memulai dengan mengaitkan materi sebelumnya dengan pertanyaan "Kalian sudah mempelajari perlawanan di berbagai daerah terhadap Pemerintah Kolonial Belanda, apakah perlawanan mereka berhasil mengalahkan penjajah Belanda?". Tentu siswa akan menjawab "tidak".

Guru mengambil semua penggaris siswa, menunjukkan 1 penggaris yang diibaratkan Perlawanan Pangeran Diponegoro dan pasukannya di Jawa. Lanjut bertanya "Apakah Perlawanan Pangeran Diponegoro di Jawa terhadap Belanda berhasil?". Tentu siswa menjawab "tidak" dengan mengaitkan pengetahuan mereka sebelumnya.

Selanjutnya guru menyatukan beberapa penggaris dan menjelaskan masing-masing penggaris diibaratkan Perlawanan Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanudin, Tuanku Imam Bonjol, Cut Nyak Dhien dan lainnya.

Sebagai desainer pembelajaran yang kreatif, guru menunjukkan beberapa penggaris yang disatukan dan kembali bertanya "Jika beberapa penggaris disatukan yang diibaratkan sebagai perlawanan di berbagai daerah yang serentak bersatu melawan Belanda, apakah perlawanan akan berhasil?". Siswa tentu akan berpikir menyatukan indera. Sampai pada satu kesimpulan dahsyatnya persatuan dan menjawab "Berhasil".

Nah, guru dapat menguatkan kesimpulan dengan memukulkan 1 penggaris dan kumpulan beberapa penggaris yang disatukan ke meja. Pasti perhatian siswa lebih fokus dan lebih dapat membedakan kekuatan 1 penggaris dengan beberapa penggaris yang disatukan.

Selanjutnya, guru dapat menyampaikan materi yang akan disampaikan tentang "Organisasi Pergerakan Nasional di Indonesia" sebagai titik awal kekuatan lebih dahsyat perjuangan yang mementingkan "persatuan nasional" dalam melawan penjajahan di manapun dan dalam bentuk apapun. Seibarat kekuatan lebih dahsyat beberapa penggaris yang disatukan.

Demikian cara sederhana untuk "mengawali pembelajaran" lebih bermakna. Tentunya banyak media lain yang dapat guru gunakan dan manfaatkan.


Sumber

Posting Komentar

0 Komentar